Kisah Ivan Leonheart (Part 1)

Halo, kita bertemu lagi. Masih ingat denganku? Ya, aku Ivan Leonheart, akulah yang dulu pernah mengisahkan hidupku yang terlihat menyedihkan di mata kalian ini. Mungkin orang mulai bertanya “Lalu apa?” setelah membaca kisahku yang dulu aku tulis, namun ketahuilah, kisahku belum berhenti di saat itu saja, aku tentu mempunyai banyak kisah lain yang belum aku ceritakan. Mari kita awali dari bagian pertama ceritaku, bagian ini disebut “Keluarga”. Aku hidup dalam keluarga yang biasa saja. Tidak kaya, namun juga tidak miskin. Kehidupan kami bisa dibilang “Baik – baik” saja, jika dilihat mungkin memang tak ada masalah yang sangat mencolok, mungkin tidak se-mencolok masalah - masalah para artis yang mereka gunakan sebagai pendongkrak popularitas mereka. Yah setidaknya keluargaku tidak se-“Bahagia” mereka yang terkenal akan kasus – kasus yang mereka banggakan itu.

Keluargaku bisa dibilang cukup bahagia dengan segala macam permasalahan yang mereka miliki dan segala jenis cerita aneh yang terjadi di dalamnya. Ada tawa yang terkesan terpaksa, ada senyum manis yang pahit, ada juga kebahagiaan yang tak terungkapkan dalam kata – kata. Kebahagiaan dalam keluargaku tak selamanya ada dan bisa dinikmati, sama seperti halnya bagian selanjutnya dari kehidupanku, yaitu “Kematian”. Selama ini aku sudah melihat 3 kematian dalam keluargaku. Salah satunya yang paling menyakitkan dan sekaligus sangat membangunku adalah kematian ayahku, sosok yang sangat aku idolakan dalam keluargaku, yang kemudian dilanjutkan dengan kepergian kakek dan juga nenekku. Sebenarnya mereka semua tak pernah meninggalkanku. Aku tahu, karena aku selalu merasa mereka selalu ada di sampingku dimanapun aku sedang dalam situasi yang tidak mendukung. Tidak ada orang yang benar – benar pergi dari kehidupanku sebenarnya, hanya karena mereka tidak ada di sekitarku, bukan berarti aku tak merasakan mereka hilang dari duniaku atau apa.

Dalam semua cerita kematian yang aku alami sendiri, ada beberapa yang mungkin terdengar sedikit mengkhayal, seperti meninggalnya kakekku yang berusia 104 tahun karena kebahagiaan yang ia dapatkan saat sekian lama ia akhirnya bertemu denganku. Masih sangat kuingat sehari sebelum meninggalnya kakekku beliau pernah berkata padaku “Ivan, besok ketika kakek sudah tiada, kakek mau titip beberapa hal ya?” Beliau tak pernah menceritakan apa yang beliau ingin titipkan kepadaku. Aku bercerita kepada keluargaku pun tidak ada respon yang memuaskan keingintahuanku terhadap hal itu. Ketakutanku akan pengelihatanku tentang kematian selalu menghantuiku sampai saat ini. Seperti saat aku melihat kematian nenekku dalam mimpiku satu minggu sebelum ia berpulang ke rumah Bapa. Tahukah kalian? Masa depan bukanlah salah satu hal yang ingin kau ketahui saat dini. Apa yang akan kalian lakukan ketika kalian tahu bahwa apa yang kalian kerjakan selama sepuluh tahun akhirnya kandas hanya karena masalah sepele? Apakah setelah kalian tahu itu kalian akan berusaha lebih giat lagi? Ataukah kalian akan menyerah begitu saja? Kalaupun kalian berusaha lebih giat, akankah itu mengubah hasilnya?

Bagian selanjutnya adalah “Berfikir” dimana semua yang ada di pikiran kita adalah sebuah kekuatan terkuat yang ada dalam diri kita. Kalian tidak akan bisa menyelesaikan permasalahan tanpa berfikir optimis masalah itu akan berakhir. Kalian tak akan pernah move on ketika kalian mengakhiri hubungan dengan kekasih tercinta tanpa berfikir bahwa semua ada hikmahnya. Begitu pula aku, kalau aku tak bisa mengendalikan pikiranku untuk menatap masa depan yang masih rancu dan tidak menjanjikan itu tanpa harus meragukan mereka para pendahuluku, mau jadi apa aku besok? Seorang pria yang tak bisa mengatur emosi dan ego nya, apakah itu calon pemimpin rumah tangga yang baik? Apa kalian pikir semua akan teratasi hanya dengan peribahasa “2 Kepala lebih baik daripada 1 kepala”? Jika kalian menjawab ya, maka saya pastikan kalian terlalu banyak menonton drama di Tv. Bukan bermaksud untuk provokatif atau menyinggung, tapi ketahuilah, kehidupan tanpa tanggung jawab dari diri sendiri, tak akan pernah ada kehidupan yang dewasa dan mandiri. Ingat, kedewasaan tak pernah ditentukan oleh Angka, namun selalu terlihat dalam kualitas diri seseorang, apakah ia layak untuk hidup di dunia luar, atau hanya bisa duduk manis di dalam rumah menikmati asiknya acara Tv saja.

Ada juga saat dimana aku merasa ingin sendiri dan tak melihat wajah orang lain saat itu. Itu mungkin efek samping dari bagian sebelum ini, yaitu bagian “Depresi”. Semua orang tentu pernah depresi, aku pun begitu. Siapa yang belum pernah depresi? Pasti mereka adalah orang titisan Tuhan yang ditakdirkan untuk menjadi bijak dalam segala hal sehingga mereka tak pernah depresi, atau itu hanya imajinasi liarku saja?

Bersambung..

Comments

Popular posts from this blog

Jangan Pernah Menyerah!

Indonesia Kreatif? Sayang Orang Tua? Pikir Lagi!

Hanya Sebagai Simbol, Bukan Penentu Kualitas