Senyuman dalam Goresan Perih

Ia selalu menjadi orang yang ditertawakan orang lain. Hidupnya tak karuan, apapun yang dilakukannya selalu dianggap orang tidak berguna. Ia selalu berkata dalam hatinya:

"Tak apa lah, itu kan pendapat orang, hujan hanya akan membasahi kita kalau payung kita rusak, jadi jangan takut kalau ada banyak orang mengkritik, biarlah hanya aku dan Tuhan yang tahu kebenarannya"


Setiap hari dia selalu mempertaruhkan nyawa-nya berburu di hutan. Luka gores sudah membuat badannya merasa gatal saja karena terlalu sering ia tergores. Luka bakar pun hanya terasa hangat, karena ia telah terbiasa tersengat api sang raja siang. Namun anehnya, tak sedetik pun pernah kulihat dia mengeluh atau marah. Hanya senyuman sederhana yang selalu ia berikan pada setiap orang yang menertawakannya, yang ia temui setiap kali ia keluar rumah.


"Hei bung! Kenapa kau sampai tergores begitu? Apakah kau terlalu bodoh untuk bisa memasang perangkap?" kata salah satu bocah yang melewatinya.


Jawabnya sederhana, "Iya nih, perangkap ini tak mau bersahabat denganku, sebagaimanapun aku ingin mempelajari dan berteman dengannya".


"Jawaban macam apa itu? Bahkan kau tak bisa melawan cemoohan seorang bocah ingusan! Betapa kasihannya dirimu!" kata salah seorang teman si bocah.


"Hehehehe, terima kasih ya sudah kasihan padaku, mungkin doa kalian itu bisa membantuku untuk belajar lebih giat lagi" jawabnya dengan simpul senyum di bibirnya.


Ia selalu menikmati bintang bintang yang bersinar di langit malam. Ia selalu menghitungnya satu per satu, dan bahkan sering menamainya dengan nama buatannya sendiri. Begitulah kegiatan yang ia lakukan setiap malamnya, tanpa keluh kesah, dan masih dengan senyuman di bibirnya.


Pada suatu hari kudapati ia sedang duduk di pantai dekat rumahnya. Cuaca sedang panas sekali, bahkan aku harus menggunakan topi dan payung untuk berada di luar bayangan rumah yang sejuk.


"Hei bung, kau kenapa? Tak biasanya kau bengong di siang bolong seperti ini" sapaku membuka pembicaraan.


"Halo, apa aku mengenalmu? Hehehehe tak apalah, setidaknya kau tak mencemoohku. Tak apa, aku hanya berfikir saja tentang apa yang aku mimpikan semalam" jawabnya sambil tersenyum padaku yang asing ini.


"Memangnya apa yang kau dapat dalam mimpimu?" tanyaku penasaran.


"Entahlah, aku hanya bisa melihat sebuah meja jamuan makan, disana aku lihat ada banyak sekali babi guling dan kambing bakar, bahkan makanan kesukaanku opor ayam pun ada disana."


"Waaah, mimpi yang indah itu, lalu kenapa kau bingung dengan mimpimu?"


"Aku sih tak bingung karena makanannya, aku hanya bingung kepada orang orang yang duduk si samping kiri dan kananku"


"Apa yang terjadi pada mereka?" tanyaku semakin penasaran akan mimpinya.


"Mata mereka tertutup sehelai kain, dan tangan mereka pun tercencang di belakang punggung mereka, hanya baju mereka yang menunjukkan bahwa mereka seorang bangsawan terhormat."


Aku tak menyelanya, aku biarkan dia bercerita panjang lebar.


"Aku tak berani makan, karena pasti tak sopan apabila aku makan sementara mereka tak bisa makan. Namun akhirnya aku beranikan untuk mempersilakan mereka makan, mereka membalasnya dengan senyuman sederhana yang diarahkan kepadaku dan lalu mengangguk."


"Lalu mereka makan bersamamu?" aku semakin penasaran akan mimpinya.


"Tidak, mereka bilang mereka tak pantas memakannya, bahkan merabanya saja mereka tak sanggup, hanya bisa menikmati harumnya saja dari tempat mereka duduk." katanya mengakhiri cerita mimpinya.


"Menurutku, itu berarti kau akan menjadi seorang raja, dimana semua orang akan tunduk padamu" kataku menyimpulkan mimpinya.


"Ahahahaha, ternyata aku mempunyai teman yang sama bodohnya denganku. Dengar bung, aku bahkan tak bisa memasang perangkap sederhana untuk menangkap seekor babi, aku selalu ditertawakan orang. Raja macam apa yang selalu ditertawakan orang dan tak bisa berburu dengan baik?"


Aku diam sejenak dan berfikir, apa yang bisa kulakukan untuk membantunya mempercayai mimpinya itu. Lalu aku berdiri dan aku berkata "Aku bisa membantumu, akan kuajarkan kau berburu dengan baik sehingga tak ada lagi orang yang mencemoohmu di desa."


Lagi lagi dia tersenyum dan kali ini ia agak tertawa sedikit. Katanya "Tak usahlah bung, aku suka dengan kehidupan seperti ini. Lagian aku akan mati nanti tepat jam tiga sore"


Aku pun kaget, lalu kutanya "Bagaimana kau bisa tahu? Apa yang membuatmu yakin bahwa kau akan mati nanti?"


"Aku tak tahu, yang kutahu adalah aku punya taman rahasia yang akan menjadi rumah terakhirku. Dan kini saatnya aku mempersiapkan keberangkatanku ke tamanku iu, jadi permisi ya, pertemuan kita harus berakhir disini." Katanya menutup pembicaraan dan lalu pergi.


Begitulah cerita orang yang bahkan aku tak tahu namanya, namun tetap saja ia ku kagumi. Tak pernah ia menangis meminta tolong, tak pernah ada air mata kesedihan, tak ada kutukan keluh kesah, yang ada hanyalah sebuah senyuman yang berhasil menghancurkan cemoohan orang orang. Tak pernah kutemukan seorang Raja yang tak mau mengakui tahtanya yang agung, namun kini aku mengerti, seorang Raja hanyalah sebuah jabatan saja, Raja sejati, selalu ada dalam hati tiap orang yang mau hidup kuat.

Comments

Popular posts from this blog

Jangan Pernah Menyerah!

Indonesia Kreatif? Sayang Orang Tua? Pikir Lagi!

Hanya Sebagai Simbol, Bukan Penentu Kualitas